Quantcast
Channel: All about Baby Jo – BebenyaBubu – Stories of an Indonesian stranded in Sweden
Viewing all articles
Browse latest Browse all 41

Trying out Open-Preschool

0
0

Keputusan untuk tidak memasukkan Jo ke dågis atau yang biasa disebut pre-school sebenarnya selalu membuat gue merasa dilema. Di satu sisi dengan kondisi gue yang sedang hamil dan memang berencana menunda keinginan untuk sekolah atau cari kerja membuat gue berada full di rumah aja. Dengan itu tentunya Jo masih bisa gue handle tanpa perlu menitipkannya ke dågis. Ditambah lagi dari sisi melankolisnya, gue menganggap masa-masa ini adalah saat gue bisa main sama Jo berduaan tanpa diganggu adiknya nanti. Tapi di sisi lain, gue juga kepingin Jo merasakan main dan berkomunikasi dengan anak-anak sebayanya. Kesian juga tiap hari ketemu emaknya lagi, emaknya lagi. Diomelin pula kalo udah mulai riweh.

Sebagai jalan tengah akan kondisi yang kami jalani, kami memutuskan untuk mencoba membawa Jo ke Öppen Förskola alias open preschool. Open Preschool ini pada intinya sih tempat bermain anak. Orangtua yang berniat bisa datang kapan aja pada waktu yang ditentukan (ga perlu daftar terlebih dahulu) dan selama anaknya bermain (anaknya ga boleh ditinggal), orang tua bisa ngobrol dengan orang tua lainnya. Well.. konsepnya sih begitu.. Hihihi..

Dan hari ini pun kami memulai hari pertama kami mencoba open preschool…

Kebetulan ga jauh dari rumah ada sebuah sekolah yang dimulai dari tengah hari. Setelah ganti baju dan siap-siap, gue dan Jo berjalan menuju ke sekolah dengan hati deg-degan (yah setidaknya emaknya.. hihihi). Sampai di lokasi dan masuk ke ruangan bermain, seisi kelas sudah banyak ibu dan anak berkumpul di sudut masing-masing. Ga lama salah satu guru pun menyapa kami dan langsung mempersilahkan kami berdua untuk bergabung. Oh iya, open preschool ini biayanya.. gratis. Asik yaaah..

Sementara Jo sibuk main di salah satu pojok kelas, sang guru mengajak gue ngobrol sebentar. Intinya sih cuma membicarakan kami dari mana, udah berapa lama di Swedia, info tentang sekolahnya, etc-etc. Dan setelah itu kami ditinggalkan sendiri.

Dan sepanjang hari itu kami pun bermain berdua aja, sendirian… hahahahaha 😀  :laugh:

Jadi di sekolah tersebut kebanyakan yang datang memang sudah mempunyai “geng”nya tersendiri, terpisah berdasarkan asal/bahasa masing-masing. Untuk gue dan Jo yang memang anomali, agak sulit untuk kami masuk kesalah satu klik karena emang udah beda banget bahasanya. Ditambah pula kebanyakan ga terlalu bisa bahasa Swedia, jadilah makin sulit dalam urusan komunikasi. Plus faktor kepribadian gue yang emang susah cari temen baru. Lengkap sudah penderitaan kami. LOL. So, seharian kami di sana, Jo sibuk main sendiri dengan berbagai macam mainan yang disediakan. Si kecil pun ga terlalu berminat untuk mencoba mendekati anak lain dan sibuk dengan apa yang sedang dikerjakannya aja.

Setelah kira-kira 2½ jam berada di sekolah, gue pun memutuskan untuk pulang. Karena ga seperti yang gue duga sebelumnya, di sekolah yang ini ga ada kegiatan yang dilakukan bersama-sama, seperti contohnya bernyanyi atau membaca cerita. Jadi beneran anaknya dibiarin main sendiri sesukanya. Sangat gue sayangkan banget, karena gue berharap kegiatan-kegiatan tersebutlah yang membuat Jo lebih berasa seru main di sekolah. Kalo kayak tadi mah, ya main aja di rumah sendiri yah.

jo-oppenschool-1

bocil yang sibuk sendiri dengan mainannya

Berdasarkan kejadian hari ini, apakah membuat gue kapok untuk datang lagi? Hmmm… sedikit sih. Untunglah di dekat rumah ada beberapa open preschool yang berbeda yang bisa gue coba satu-satu sampai menemukan yang kiranya cocok buat gue dan Jo. Semoga sih untuk yang berikutnya kami udah bisa ketemu yang pas.. aamiin. Setidaknya bocil dan ibunya udah ngerasain gimana rasanya ikutan Open Preschool, jadi untuk kesempatan berikutnya bisa lebih siap lagi.. Semangaaaat!!!


Viewing all articles
Browse latest Browse all 41

Latest Images

Trending Articles





Latest Images